Kamis, 25 Desember 2014

TUGAS 3 ETIKA BISNIS



IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
Melta Oktora
Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma

ABSTRAK
Salah satu cara yang dilakukan sebuah perusahaan untuk menjual produknya adalah dengan menerapkan teori mix marketing yang salah satunya adalah promosi, dengan adanya promosi dari suatu perusahaan , maka masyarakat bisa mengenal produk yang ditawarkan atau dijual oleh perusahaan tersebut sehingga penjualan produk bisa meningkat. Promosi bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya yaitu dengan iklan. Iklan dibuat dengan dramatis sehingga menonjolkan kelebihan dari produknya saja dan iklan tersebut ditayangkan tidak hanya untuk target pasarnya saja baik secara khusus dan langsung, melainkan untuk semua masyarakat yang menontonnya.
Sehingga diperlukan pemahaman etika dalam sebuah iklan, karena iklan yang baik adalah iklan yang beretika dan berestetika serta memperhatikan hak-hak konsumen, tidak mengandung SARA, dan tidak melanggar aturan periklanan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa iklan mempunyai unsur promosi, informatif, dan persuasif. Iklan ingin mempengaruhi calon pembeli supaya mengenal dan menggunakan produknya, karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika sendiri, perusahaan harus bisa  menerapkan prinsip moral dan tanggung jawab serta menggunakan bahasa yang menarik dan mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat luas.
KATA KUNCI : Iklan, Etika, Estetika, Hak Konsumen

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Dalam dunia bisnis, persaingan terjadi semakin ketat, banyak inovasi baru yang diciptakan, produk yang dijual pun beraneka ragam. Untuk menyikapi persoalan ini perusahaan memperkuat produk mereka dengan melakukan promosi melalui iklan. Secara umum, Periklanan atau Promosi (Advertising) adalah suatu bentuk komunikasi yang ditujukan untuk mengajak orang yang melihat, membaca atau mendengarnya untuk melakukan sesuatu. Kini iklan merupakan salah satu strategi pemasaran produk, baik barang maupun jasa, yang paling penting dan handal.
Iklan juga salah satu cara yang dilakukan sebuah perusahaan untuk memperkenalkan  identitas produknya kepada konsumen. Kehadiran iklan sebenarnya sebagai alat untuk menjembatani produsen dengan konsumen, atau penjual dengan pembeli, dengan kata lain iklan adalah sumber informasi. Iklan memiliki bobot kepentingan yang berbeda, ketika pengusaha berusaha menampilkan produk semenarik mungkin dan pembeli menginginkan produk seperti yang digambarkan melalui iklan.
Iklan dibuat dengan dramatis sehingga menonjolkan kelebihan dari produknya saja dan iklan tersebut ditayangkan tidak hanya untuk target pasarnya saja baik secara khusus dan langsung, melainkan untuk semua masyarakat yang menontonnya. Sehingga diperlukan pemahaman etika dan estetika dalam sebuah iklan yang tidak mengandung SARA, dan tidak melanggar aturan periklanan agar dapat diterima oleh masyarakat dan tidak menjadi iklan yang kontroversial.
Berdasarkan uraian diatas tentang pentingnya etika dan estetika dalam periklanan, maka penulis memberi judul “IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA”.
1.2 Rumusan Masalah
·         Apa pentingnya etika dan estetika dalam sebuah iklan ?
·         Bagaimana produsen mempromosikan produknya kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen ?
1.3 Batasan Masalah
Supaya tidak terjadi pemahaman yang terlalu rumit, maka Penulis membatasi ruang lingkup permasalahan hanya pada iklan dalam etika dan estetika.
1.4 Tujuan Penulisan  
Untuk mengetahui bagaimana produsen mempromosikan produknya kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen serta pemahaman tentang pentingnya etika dan estetika dalam sebuah iklan.
           
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Iklan
Definisi tentang iklan dan periklanan dapat kita temui di hampir semua kepustakaan. Iklan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media dan dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Dari definisi diatas, jelas terlihata adanya empat unsur yang menentukan atau membentuk iklan, yaitu :
1. Pemrakarsa
2. Pesan
3. Media
4. Masyarakat
Penjabaran definisi diatas ternyata sejalan dengan Model Komunikasi SMCR dan Lasswell yang unsur-unsurnya adalah :
Unsur-unsur Komunikasi
Model SMCRE
Model Lasswell
Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia
Komunikator
Source
Who
Pemrakarsa yang dikenal
Pesan
Message
Says what
Pesan tentang suatu produk
Media
Channel
Which channel
Disuatu Media
Khalayak
Receiver
To Whom
Ditujukan kepada masyarakat
Efek
Efect
With what effect
Untuk tujuan tertentu
Dengan demikian jelas, bahwa iklan merupakan pula suatu komunikasi. Ia melibatkan produsen sebagai Komunikator, fisik iklan itu sendiri sebagai unsur Pesan, media sebagai Saluran dan khalayak sebagai publik yang ditujunya. Dengan demikian, model komunikasinya menjadi :
Produsen > Iklan > Media > Khalayak > Sasaran
Para praktisi periklanan Indonesia juga menyatakan sepakat bahwa, periklanan adalah keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penyampaian iklan.
2.1.1 Definisi  Iklan Menurut Para Ahli
·         Periklanan(advertising) adalah bisnis ide dan kreatifitas (Roman, Maas & Nisenholtz, 2005) Menggambar hanyalah ekspresi citra yang kita tuangkan sebagai bentuk konsep ide di dalam pikiran namun akarnya tetap ide itu sendiri, menggambar lebih merupakan sarana untuk mencapai tujuan.Proses mengungkapkan ide dalam bentuk gambar penting dalam periklanan, namun gambar yang bagus dan indah bukan hal yang utama karena kita hanya dituntut untuk dapat menuangkan ide dalam bentuk citra gambar (Lwin & Aitchison. 2005)Jadi, mampu menggambar dengan baik bukan persyaratan di dunia periklanan. Memiliki naluri dan ide pemasaran yang memungkinkan untuk memadukan sebuah usulan penjualan dan nilai-nilai komersial sebuah gagasan jauh lebih penting.
·         Otto Klepper : Istilah advertising berasal dari bahasa latin yaitu ad-vere yang berarti mengoperkan pikiran dan gagasan kepada pihak lain.
·         Dunn dan Barban : Iklan merupakan bentuk kegiatan komunikasi non personal yang disampaikan lewat media dengan membayar ruang yang dipakainya untuk menyampaikan pesan yang bersifat membujuk (persuasive) kepada konsumen oleh perusahaan, lembaga non komersial maupun pribadi yang berkepentingan.
·         Thomas M. Garret, SJ : iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-idea, institusi-institusi atau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut.
2.1.2 Tujuan Iklan
Pada dasarnya tujuan akhir periklanan adalah untuk merangsang atau mendorong terjadinya penjualan (sales). Untuk mencapai tujuan itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Secara umum tujuan periklanan adalah sebagai berikut :
1.      Menciptakan pengenalan merek / produk / perusahaan
Melalui periklanan khalayak akan mengetahui keberadaan merk, produk maupuin perusahaan pasar.
2.      Memposisikan
Melalui periklanan perusahaan pasar dapat memposisikan produknya dengan membedakan diri dengan produk pesaing.
3.      Mendorong prospek untuk mencoba
Dengan menyampaikan pesan-pesan yang persuasive, khalayak didorong untuk mencoba menggunakan produk atau merek yang ditawarkan.
4.      Mendukung terjadinya penjualan
Dengan beriklan diharapkan konsumen bertindak untuk membeli produk
5.      Membina loyalitas
Dengan beriklan akan semakin memantapkan keberadaan pelanggan yang loyal. Artinya perusahaan ingin menyampaikan bahwa merk dan produk yang pernah digunakan konsumen masih tetap ada dipasar.
6.      Mengumumkan cara baru pemanfaatan
Inovasi atau cara baru pemanfaatan dapat dapat diketahui khalayak melalui iklan.
7.      Meningkatkan citra
Dengan iklan akan meningkatkan citra produk, merk maupun perusahaan.
2.1.3 Fungsi dan Peran Iklan
Berikut ini adalah fungsi dan peranan iklan, diantaranya yaitu :
1.      Sumber Informasi
Dengan iklan, dapat membantu masyarakat unruk memilih altenatif produk yang lebih baik atau yang lebih sesuai dengan kebutuhannya. Artinya iklan dapat memberikan informasi yang lebih banyak daripada yang lainnya, baik tentang produknya, distribusi atau tempat pembeliannya atau informasi lain yang mempunyai kegunaan bagi masyarakat.
2.      Kegiatan Ekonomi
Periklanan mendorong pertumbuhan perekonomian karena produsen didorong utnuk tetap memproduksi dan memperdagangkan produk untuk melengkapi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang.
3.      Pembagi Beban Biaya
Periklanan membantu tercipatanya skala ekonomi yang besar bagi setiap produk, sehingga menurunkan biaya produksi dan distribusi per unit atas produk tersebut, dan pada akhirnya memurahkan harga jualnya kepada masyarakat.
4.      Sumber Dana Media
Periklanan merupakan salah satu sumber dana media yang menunjang media untuk tetap eksis. Munculnya banyak media membuat persaingan semakin ketat.
5.      Identitas Produsen
Melalui kegiatan periklanan, masyarakat akan mengetahui produsen. Ada perusahaan yang dalam iklannya memnonjolkan perusahaanya
6.      Sarana Kontrol
Melalui kegiatan periklanan, masyarakat dapat membedakan produk-produk sah dengan tiruan.
Akan tetapi, selain berperan positif, berbagai pandangan negatif tentang iklan bermunculan, diantaranya adalah :
1.      Iklan dianggap merusak tata bahasa yang berlaku
2.      Iklan dianggap dapat mendorong orang menjadi matrealistis
3.      Iklan dianggap dapat mendorong orang membeli barang yang tidak diinginkan
4.      Iklan dianggap terlalu berlebihan
5.      Iklan dianggap menciptakan suatu stereotip
2.2 Definisi Etika dan Estetika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta ethaEthos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1.      nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2.      kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode   Etik Jurnalistik
3.      ilmu tentang yang baik atau buruk.
Sedangkan istilah Estetika berasal dari bahasa latin “aestheticus” atau bahasa yunani “aestheticos” yang bersumber dari kata “aithe” yang berarti merasa. “Estetika dapat didefinisikan sebagai susunan bagian dari sesuatu yang mengandung pola. Dimana pola mempersatukan bagian-bagian tersebut yang mengandung keselarasan dari unsur-unsurnya , sehingga menimbulkan keindahan.” (Effendy ,1993)
2.3 Hak - hak Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Hak – hak konsumen antara lain :
·         Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
·         Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
·         Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
·         Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
·         Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
·         Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
·         Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
·         Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
·         Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan Data
Studi Pustaka
Data dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada sehingga peneliti tidak perlu mengolah datanya (peneliti sebagai tangan kedua).
Mencari data-data yang diperlukan dengan metode searching menggunakan internet, yaitu dengan membaca referensi referensi yang berkaitan dengan masalah yang dibahas oleh penulis. Mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas, yakni teori iklan dalam etika dan estetika.
PEMBAHASAN

4.1 Persoalan Etis Periklanan
Ada beberapa persoalan etis dalam sebuah iklan, diantaranya adalah :
1.      Merongrong ekonomi dan kebebasan manusia.
2.      Menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif.
3.      Membentuk dan menentukan identitas dan citra manusia modern.
4.      Merongrong rasa keadilan sosial masyarakat.
Dari persoalan diatas, beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan, sebagai berikut :
1.      Iklan tidak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud memperdaya konsumen.
2.      Iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang produk tertentu, khususnya menyangkut keamanan dan keselamatan manusia.
3.      Iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan khususnya secara kasar dan terang-terangan.
4.      Iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas.

4.2 Pentingnya Etika dan Estetika Dalam Iklan
Fungsi iklan pada akhirnya membentuk citra sebuah produk dan perusahaan di mata masyarakat. Citra ini terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan informasi yang disampaikan dalam iklan. Prinsip etika bisnis yang paling relevan dalam hal ini adalah nilai kejujuran. Dengan demikian, iklan yang membuat pernyataan salah atau tidak benar dengan maksud memperdaya konsumen adalah sebuah tipuan.
Ciri-ciri iklan yang baik :
·         Etis: berkaitan dengan kepantasan.
·         Estetis: berkaitan dengan kelayakan dan keindahan (target pasar, target audiennya, kapan harus ditayangkan).
·         Artistik: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.

Contoh Penerapan Etika dalam Periklanan :
·         Iklan rokok: Tidak menampakkan secara eksplisit orang merokok.
·         Iklan pembalut wanita: Tidak memperlihatkan secara realistis dengan memperlihatkan daerah kepribadian wanita tersebut.
·         Iklan sabun mandi: Tidak dengan memperlihatkan orang mandi secara utuh.
Etika secara umum :
·         Jujur (tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk)
·         Tidak memicu konflik SARA
·         Tidak mengandung pornografi
·         Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
·         Tidak melanggar etika bisnis, contoh: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
·         Tidak melakukan plagiat.

4.3 Kebebasan Konsumen
 Iklan merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan antara produsen dengan konsumen. Secara konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.
Kode etik periklanan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini. Akan tetapi, perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak, yang antara lain: ahli etika, konsumen (lembaga konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama, dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus merampas kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting adalah bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar mempunyai komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun, jika ini tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal politis dalam bentuk aturan perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari pemerintah melalui departemen terkait untuk menegakkan dan menjamin iklan yang baik bagi masyarakat.

4.4 Prinsip Moral yang Perlu dalam Iklan
Prinsip Kejujuran
Prinsip ini berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru. Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah upaya manipulasi dengan motif apa pun juga.

Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutan imperatif (imperative requirement). Iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan. Ini berhubungan dengan dimensi kebebasan yang justru menjadi salah satu sifat hakiki dari martabat manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas secanggih apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas dan bertanggung jawab memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.
Yang banyak kali terjadi adalah manusia seakan-akan dideterminir untuk memilih barang dan jasa yang diiklankan, hal yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan pilihan. Keadaan ini bisa terjadi karena kebanyakan iklan dewasa ini dikemas sebegitu rupa sehingga menyaksikan, mendengar atau membacanya segera membangkitkan “nafsu” untuk memiliki barang dan jasa yang ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa tertentu menentukan status sosial dalam masyarkat, dll.

Iklan dan Tanggung Jawab Sosial
Meskipun sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena perananya yang utama selaku media informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan meningkatkan konsumsi masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk” barang dan jasa pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan primer. Penumpukan barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu ini disebut sebagai surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan. Menyedihkan bahwa surplus ini hanya dialami oleh sebagai kecil masyarakat. Bahwa sebagian kecil masyarakat ini, meskipun sudah hidup dalam kelimpahan, toh terus memperluas batasan kebutuhan dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam kemiskinan.
Di sinilah kemudian dikembangkan ide solidaritas sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial dari iklan. Berhadapan dengan surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan manusia, dua hal berikut pantas dipraktekkan. Pertama, surplus barang dan jasa seharusnya disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau lembaga/institusi sosial yang berkarya untuk kebaikan masyarakat pada umumnya (gereja, mesjid, rumah sakit, sekolah, panti asuhan, dll). Tindakan karitatif semacam ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kehidupan cultural masyarakat akan semakin berkembang.Kedua, menghidupi secara seimbang pemenuhan kebutuhan fisik, biologis, psikologis, dan spiritual dengan perhatian akan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Perhatian terhadap hal terakhir ini bisa diwujudnyatakan lewat kesadaran membayar pajak ataupun dalam bentuk investasi-investasi, yang tujuan utamanya adalah kesejahteraan sebagian besar masyarakat.

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam periklanan kita tidak terlepas dari etika maupun estetika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Sebuah perusahaan harus memperhatikan etika dan estetika dalam sebuah iklan yakni tidak mengandung SARA, dan tidak melanggar aturan periklanan dan etika bisnis serta terus memperhatikan hak-hak konsumen yakni dengan bersifat jujur tentang produk yang diiklankan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa iklan mempunyai unsur promosi, informatif, dan persuasif. Iklan ingin mempengaruhi calon pembeli supaya mengenal dan menggunakan produknya, karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika sendiri, perusahaan harus bisa  menerapkan prinsip moral dan tanggung jawab serta menggunakan bahasa yang menarik dan mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat luas.

5.2  Saran
·         Dalam penulisan ini penulis memberikan saran yaitu dalam bisnis periklanan perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut sehingga tidak merugikan konsumen. Sebuah perusahaan harus memperhatikan kepentingan dan hak – hak konsumen, dan tidak hanya memikirkan keuntungan semata.
·         Seharusnya para pelaku bisnis mengacu pada etika dan estetika yang berlaku pada iklan dan tidak mementingkan keuntungan semata tanpa mempertimbangkan efek dari iklan yang dibuatnya.

Daftar Pustaka
Coleman, John & Tomko, Miklos (Eds.), “Mas Media”, dalam majalah Concilium, SCM Press Ltd, London, 1993/6.
Garrett, Thomas M., SJ, Some Ethical Problems of Modern Advertising, The Gregoriana Univ. Press, Rome, 1961.
Keraf, Sonny A., Etika Bisnis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1991.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar