IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
Melta Oktora
Jurusan Manajemen,
Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma
ABSTRAK
Salah satu cara yang dilakukan sebuah perusahaan untuk
menjual produknya adalah dengan menerapkan teori mix marketing yang salah satunya adalah promosi, dengan
adanya promosi dari suatu
perusahaan ,
maka masyarakat bisa mengenal produk yang ditawarkan atau dijual oleh
perusahaan tersebut
sehingga penjualan produk bisa meningkat. Promosi bisa dilakukan dengan
berbagai macam cara, salah satunya yaitu dengan iklan. Iklan dibuat
dengan dramatis sehingga menonjolkan kelebihan dari produknya saja dan iklan
tersebut ditayangkan tidak hanya untuk target pasarnya saja baik secara khusus dan
langsung, melainkan
untuk semua masyarakat yang menontonnya.
Sehingga
diperlukan pemahaman etika dalam sebuah iklan, karena iklan yang baik adalah
iklan yang beretika dan berestetika serta memperhatikan hak-hak konsumen, tidak
mengandung SARA, dan tidak melanggar aturan periklanan. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa iklan mempunyai unsur promosi, informatif, dan persuasif. Iklan ingin mempengaruhi calon pembeli supaya mengenal dan menggunakan
produknya, karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika
sendiri, perusahaan harus bisa menerapkan prinsip moral dan tanggung jawab
serta menggunakan bahasa yang menarik dan mudah dipahami dan diterima oleh
masyarakat luas.
KATA KUNCI : Iklan, Etika, Estetika,
Hak Konsumen
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam dunia bisnis, persaingan
terjadi semakin ketat, banyak inovasi baru yang diciptakan, produk yang dijual
pun beraneka ragam. Untuk menyikapi persoalan ini perusahaan memperkuat produk
mereka dengan melakukan promosi melalui iklan. Secara umum, Periklanan atau Promosi
(Advertising) adalah suatu bentuk komunikasi yang ditujukan untuk mengajak
orang yang melihat, membaca atau mendengarnya untuk melakukan sesuatu. Kini iklan merupakan salah satu strategi
pemasaran produk, baik barang maupun jasa, yang paling penting dan handal.
Iklan juga salah satu cara yang
dilakukan sebuah perusahaan untuk memperkenalkan identitas produknya kepada konsumen. Kehadiran iklan sebenarnya sebagai alat untuk menjembatani produsen
dengan konsumen, atau penjual dengan pembeli, dengan kata lain iklan adalah
sumber informasi. Iklan memiliki bobot kepentingan yang berbeda, ketika
pengusaha berusaha menampilkan produk semenarik mungkin dan pembeli
menginginkan produk seperti yang digambarkan melalui iklan.
Iklan dibuat dengan dramatis sehingga menonjolkan
kelebihan dari produknya saja dan iklan tersebut ditayangkan tidak hanya untuk
target pasarnya saja baik
secara khusus dan langsung, melainkan
untuk semua masyarakat yang menontonnya. Sehingga diperlukan pemahaman etika dan estetika dalam
sebuah iklan yang tidak mengandung SARA, dan tidak melanggar aturan periklanan agar
dapat diterima oleh masyarakat dan tidak menjadi iklan yang kontroversial.
Berdasarkan
uraian diatas tentang pentingnya etika dan estetika dalam periklanan, maka penulis
memberi judul “IKLAN DALAM ETIKA DAN
ESTETIKA”.
1.2
Rumusan Masalah
·
Apa
pentingnya etika dan estetika dalam sebuah iklan ?
·
Bagaimana
produsen mempromosikan produknya kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan
perusahaan dan hak-hak konsumen ?
1.3 Batasan Masalah
Supaya tidak terjadi
pemahaman yang terlalu rumit, maka Penulis membatasi ruang lingkup
permasalahan hanya pada iklan dalam etika dan estetika.
1.4
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui bagaimana
produsen mempromosikan produknya kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan
perusahaan dan hak-hak konsumen serta pemahaman tentang pentingnya etika dan
estetika dalam sebuah iklan.
LANDASAN
TEORI
2.1 Definisi Iklan
Definisi tentang iklan dan periklanan dapat kita temui di hampir semua kepustakaan.
Iklan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat
media dan dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian
atau seluruh masyarakat. Dari definisi diatas, jelas terlihata adanya empat
unsur yang menentukan atau membentuk iklan, yaitu :
1.
Pemrakarsa
2.
Pesan
3.
Media
4.
Masyarakat
Penjabaran definisi diatas ternyata sejalan dengan Model Komunikasi SMCR
dan Lasswell yang unsur-unsurnya adalah :
Unsur-unsur
Komunikasi
|
Model
SMCRE
|
Model
Lasswell
|
Tata
Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia
|
Komunikator
|
Source
|
Who
|
Pemrakarsa
yang dikenal
|
Pesan
|
Message
|
Says
what
|
Pesan
tentang suatu produk
|
Media
|
Channel
|
Which
channel
|
Disuatu
Media
|
Khalayak
|
Receiver
|
To
Whom
|
Ditujukan
kepada masyarakat
|
Efek
|
Efect
|
With
what effect
|
Untuk
tujuan tertentu
|
Dengan demikian jelas, bahwa iklan merupakan pula suatu komunikasi. Ia
melibatkan produsen sebagai Komunikator, fisik iklan itu sendiri sebagai unsur
Pesan, media sebagai Saluran dan khalayak sebagai publik yang ditujunya. Dengan
demikian, model komunikasinya menjadi :
Produsen > Iklan > Media >
Khalayak > Sasaran
Para praktisi periklanan Indonesia juga menyatakan sepakat bahwa,
periklanan adalah keseluruhan proses yang meliputi penyiapan, perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan penyampaian iklan.
2.1.1 Definisi Iklan Menurut Para Ahli
·
Periklanan(advertising)
adalah bisnis ide dan kreatifitas (Roman, Maas & Nisenholtz, 2005)
Menggambar hanyalah ekspresi citra yang kita tuangkan sebagai bentuk konsep ide
di dalam pikiran namun akarnya tetap ide itu sendiri, menggambar lebih
merupakan sarana untuk mencapai tujuan.Proses mengungkapkan
ide dalam bentuk gambar penting dalam periklanan, namun gambar yang bagus dan
indah bukan hal yang utama karena kita hanya dituntut untuk dapat menuangkan
ide dalam bentuk citra gambar (Lwin & Aitchison. 2005)Jadi, mampu
menggambar dengan baik bukan persyaratan di dunia periklanan. Memiliki naluri
dan ide pemasaran yang memungkinkan untuk memadukan sebuah usulan penjualan dan
nilai-nilai komersial sebuah gagasan jauh lebih penting.
·
Otto
Klepper : Istilah advertising berasal dari bahasa latin yaitu ad-vere yang
berarti mengoperkan pikiran dan gagasan kepada pihak lain.
·
Dunn
dan Barban : Iklan merupakan bentuk kegiatan komunikasi non personal yang
disampaikan lewat media dengan membayar ruang yang dipakainya untuk
menyampaikan pesan yang bersifat membujuk (persuasive) kepada konsumen oleh
perusahaan, lembaga non komersial maupun pribadi yang berkepentingan.
·
Thomas
M. Garret, SJ : iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya
pesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud
menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang
diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif
terhadap idea-idea, institusi-institusi atau pribadi-pribadi yang terlibat di
dalam iklan tersebut.
2.1.2
Tujuan Iklan
Pada dasarnya tujuan akhir periklanan
adalah untuk merangsang atau mendorong terjadinya penjualan (sales). Untuk
mencapai tujuan itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Secara umum tujuan
periklanan adalah sebagai berikut :
1.
Menciptakan pengenalan
merek / produk / perusahaan
Melalui
periklanan khalayak akan mengetahui keberadaan merk, produk maupuin perusahaan
pasar.
2.
Memposisikan
Melalui
periklanan perusahaan pasar dapat memposisikan produknya dengan membedakan diri
dengan produk pesaing.
3.
Mendorong prospek untuk
mencoba
Dengan
menyampaikan pesan-pesan yang persuasive, khalayak didorong untuk mencoba
menggunakan produk atau merek yang ditawarkan.
4.
Mendukung terjadinya
penjualan
Dengan
beriklan diharapkan konsumen bertindak untuk membeli produk
5.
Membina loyalitas
Dengan
beriklan akan semakin memantapkan keberadaan pelanggan yang loyal. Artinya
perusahaan ingin menyampaikan bahwa merk dan produk yang pernah digunakan
konsumen masih tetap ada dipasar.
6.
Mengumumkan cara baru
pemanfaatan
Inovasi atau
cara baru pemanfaatan dapat dapat diketahui khalayak melalui iklan.
7.
Meningkatkan citra
Dengan iklan
akan meningkatkan citra produk, merk maupun perusahaan.
2.1.3 Fungsi dan Peran Iklan
Berikut ini adalah fungsi dan peranan iklan, diantaranya yaitu :
1. Sumber Informasi
Dengan iklan, dapat membantu masyarakat
unruk memilih altenatif produk yang lebih baik atau yang lebih sesuai dengan
kebutuhannya. Artinya iklan dapat memberikan informasi yang lebih banyak
daripada yang lainnya, baik tentang produknya, distribusi atau tempat
pembeliannya atau informasi lain yang mempunyai kegunaan bagi masyarakat.
2. Kegiatan Ekonomi
Periklanan mendorong pertumbuhan
perekonomian karena produsen didorong utnuk tetap memproduksi dan
memperdagangkan produk untuk melengkapi kebutuhan masyarakat yang terus
berkembang.
3. Pembagi Beban Biaya
Periklanan membantu tercipatanya skala
ekonomi yang besar bagi setiap produk, sehingga menurunkan biaya produksi dan
distribusi per unit atas produk tersebut, dan pada akhirnya memurahkan harga
jualnya kepada masyarakat.
4. Sumber Dana Media
Periklanan merupakan salah satu sumber
dana media yang menunjang media untuk tetap eksis. Munculnya banyak media
membuat persaingan semakin ketat.
5. Identitas Produsen
Melalui kegiatan periklanan, masyarakat
akan mengetahui produsen. Ada perusahaan yang dalam iklannya memnonjolkan
perusahaanya
6. Sarana Kontrol
Melalui kegiatan periklanan, masyarakat
dapat membedakan produk-produk sah dengan tiruan.
Akan tetapi, selain berperan positif,
berbagai pandangan negatif tentang iklan bermunculan, diantaranya adalah :
1. Iklan dianggap merusak tata bahasa yang
berlaku
2. Iklan dianggap dapat mendorong orang
menjadi matrealistis
3. Iklan dianggap dapat mendorong orang
membeli barang yang tidak diinginkan
4. Iklan dianggap terlalu berlebihan
5. Iklan dianggap menciptakan suatu
stereotip
2.2 Definisi Etika dan Estetika
Istilah Etika berasal
dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethos sedangkan
bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai
banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan
arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi
terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai
arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau
urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada
arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1.
nilai
dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah
lakunya. Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika
agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di
sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem
nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf
sosial.
2.
kumpulan
asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh :
Kode Etik Jurnalistik
3.
ilmu
tentang yang baik atau buruk.
Sedangkan istilah Estetika berasal
dari bahasa latin “aestheticus” atau bahasa yunani “aestheticos” yang bersumber
dari kata “aithe” yang berarti merasa. “Estetika dapat didefinisikan sebagai
susunan bagian dari sesuatu yang mengandung pola. Dimana pola mempersatukan
bagian-bagian tersebut yang mengandung keselarasan dari unsur-unsurnya ,
sehingga menimbulkan keindahan.” (Effendy ,1993)
2.3
Hak - hak Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.
Hak – hak konsumen antara lain :
·
Hak
atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa.
·
Hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
·
Hak
atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa.
·
Hak
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan.
·
Hak
untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
·
Hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
·
Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
·
Hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
·
Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1
Metode Pengumpulan Data
Studi
Pustaka
Data
dalam penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder
adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang
telah ada sehingga peneliti tidak perlu mengolah datanya (peneliti sebagai
tangan kedua).
Mencari
data-data yang diperlukan dengan metode searching menggunakan internet, yaitu
dengan membaca referensi – referensi yang berkaitan
dengan masalah yang dibahas oleh penulis. Mempelajari buku-buku
yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas, yakni teori iklan dalam
etika dan estetika.
PEMBAHASAN
4.1 Persoalan Etis Periklanan
Ada beberapa persoalan etis dalam
sebuah iklan, diantaranya adalah :
1.
Merongrong ekonomi dan kebebasan manusia.
2.
Menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia
modern menjadi konsumtif.
3.
Membentuk dan menentukan identitas dan citra manusia
modern.
4.
Merongrong rasa keadilan sosial masyarakat.
Dari persoalan diatas, beberapa
prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan, sebagai berikut :
1. Iklan
tidak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud memperdaya
konsumen.
2. Iklan
wajib menyampaikan semua informasi tentang produk tertentu, khususnya
menyangkut keamanan dan keselamatan manusia.
3. Iklan
tidak boleh mengarah pada pemaksaan khususnya secara kasar dan terang-terangan.
4. Iklan
tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas.
4.2 Pentingnya Etika dan Estetika Dalam Iklan
Fungsi iklan pada akhirnya
membentuk citra sebuah produk dan perusahaan di mata masyarakat. Citra ini
terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan
informasi yang disampaikan dalam iklan. Prinsip etika bisnis yang paling
relevan dalam hal ini adalah nilai kejujuran. Dengan demikian, iklan yang
membuat pernyataan salah atau tidak benar dengan maksud memperdaya konsumen
adalah sebuah tipuan.
Ciri-ciri iklan yang baik :
·
Etis:
berkaitan dengan kepantasan.
·
Estetis:
berkaitan dengan kelayakan dan keindahan (target pasar, target audiennya, kapan
harus ditayangkan).
·
Artistik:
bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.
Contoh
Penerapan Etika dalam Periklanan :
·
Iklan
rokok: Tidak menampakkan secara eksplisit orang merokok.
·
Iklan
pembalut wanita: Tidak memperlihatkan secara realistis dengan memperlihatkan
daerah kepribadian wanita tersebut.
·
Iklan
sabun mandi: Tidak dengan memperlihatkan orang mandi secara utuh.
Etika
secara umum :
·
Jujur
(tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk)
·
Tidak
memicu konflik SARA
·
Tidak
mengandung pornografi
·
Tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
·
Tidak
melanggar etika bisnis, contoh: saling menjatuhkan produk tertentu dan
sebagainya.
·
Tidak
melakukan plagiat.
4.3
Kebebasan Konsumen
Iklan merupakan suatu aspek
pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan antara produsen dengan
konsumen. Secara konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran dan
permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut pula
menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.
Kode etik periklanan tentu saja
sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini. Akan tetapi, perumusan
kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak, yang antara lain: ahli etika,
konsumen (lembaga konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama,
dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus merampas kemandirian profesi periklanan.
Yang juga penting adalah bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi
periklanan perlu benar-benar mempunyai komitmen moral untuk mewujudkan iklan
yang baik bagi masyarakat. Namun, jika ini tidak memadai, kita membutuhkan
perangkat legal politis dalam bentuk aturan perundang-undangan tentang
periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari pemerintah melalui
departemen terkait untuk menegakkan dan menjamin iklan yang baik bagi
masyarakat.
4.4
Prinsip Moral yang Perlu dalam Iklan
Prinsip Kejujuran
Prinsip ini berhubungan dengan
kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga
bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang
dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru.
Maka yang ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan
haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang
dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah
upaya manipulasi dengan motif apa pun juga.
Prinsip
Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya menghormati
martabat manusia sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam
tuntutan imperatif (imperative requirement). Iklan semestinya
menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih secara
bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan. Ini berhubungan dengan
dimensi kebebasan yang justru menjadi salah satu sifat hakiki dari martabat
manusia sebagai pribadi. Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas secanggih
apa pun, setiap orang seharusnya bisa dengan bebas dan bertanggung jawab
memilih untuk memenuhi kebutuhannya atau tidak.
Yang banyak kali terjadi adalah
manusia seakan-akan dideterminir untuk memilih barang dan jasa yang diiklankan,
hal yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan pilihan. Keadaan ini
bisa terjadi karena kebanyakan iklan dewasa ini dikemas sebegitu rupa sehingga
menyaksikan, mendengar atau membacanya segera membangkitkan “nafsu” untuk
memiliki barang dan jasa yang ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa
memiliki barang dan jasa tertentu menentukan status sosial dalam masyarkat,
dll.
Iklan dan Tanggung Jawab Sosial
Meskipun sudah dikritik di atas, bahwa iklan harus
menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena perananya yang utama selaku media
informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, namun
dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan meningkatkan konsumsi
masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk” barang dan jasa
pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan primer. Penumpukan
barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu ini disebut sebagai
surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan. Menyedihkan bahwa surplus ini hanya
dialami oleh sebagai kecil masyarakat. Bahwa sebagian kecil masyarakat ini,
meskipun sudah hidup dalam kelimpahan, toh terus memperluas batasan kebutuhan
dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam kemiskinan.
Di sinilah kemudian dikembangkan ide solidaritas sebagai
salah satu bentuk tanggung jawab sosial dari iklan. Berhadapan dengan surplus
barang dan jasa pemuas kebutuhan manusia, dua hal berikut pantas
dipraktekkan. Pertama, surplus barang dan jasa seharusnya
disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau lembaga/institusi sosial
yang berkarya untuk kebaikan masyarakat pada umumnya (gereja, mesjid, rumah
sakit, sekolah, panti asuhan, dll). Tindakan karitatif semacam ini dilakukan
dengan pertimbangan bahwa kehidupan cultural masyarakat akan semakin
berkembang.Kedua, menghidupi secara seimbang pemenuhan kebutuhan fisik,
biologis, psikologis, dan spiritual dengan perhatian akan kebutuhan masyarakat
pada umumnya. Perhatian terhadap hal terakhir ini bisa diwujudnyatakan lewat
kesadaran membayar pajak ataupun dalam bentuk investasi-investasi, yang tujuan
utamanya adalah kesejahteraan sebagian besar masyarakat.
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dalam periklanan kita tidak terlepas dari etika maupun
estetika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang
menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat
dipandang sebagai kasus etika periklanan. Sebuah perusahaan harus memperhatikan
etika dan estetika dalam sebuah iklan yakni tidak mengandung SARA, dan tidak
melanggar aturan periklanan dan etika bisnis serta terus memperhatikan hak-hak
konsumen yakni dengan bersifat jujur tentang produk yang diiklankan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa iklan mempunyai
unsur promosi,
informatif, dan
persuasif. Iklan ingin mempengaruhi
calon pembeli supaya mengenal dan menggunakan
produknya, karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika
sendiri, perusahaan harus bisa menerapkan prinsip moral dan tanggung jawab
serta menggunakan bahasa yang menarik dan mudah dipahami dan diterima oleh
masyarakat luas.
5.2
Saran
·
Dalam
penulisan ini penulis memberikan saran yaitu dalam bisnis periklanan perlulah
adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut sehingga tidak
merugikan konsumen. Sebuah perusahaan harus memperhatikan kepentingan dan hak –
hak konsumen, dan tidak hanya memikirkan keuntungan semata.
·
Seharusnya
para pelaku bisnis mengacu pada etika dan estetika yang berlaku pada iklan dan
tidak mementingkan keuntungan semata tanpa mempertimbangkan efek dari iklan
yang dibuatnya.
Daftar Pustaka
Coleman, John & Tomko,
Miklos (Eds.), “Mas Media”, dalam majalah Concilium, SCM Press Ltd,
London, 1993/6.
Garrett, Thomas M., SJ, Some
Ethical Problems of Modern Advertising, The Gregoriana Univ. Press, Rome,
1961.
Keraf, Sonny A., Etika
Bisnis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1991.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar