SUDAHKAH
USAHA KECIL MENJADI MOTOR PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA?
Pertanyaan sederhana yang mungkin
sulit untuk dijawab, karena faktanya di Indonesia usaha kecil awalnya sering
dipandang sebelah mata oleh sebagian golongan, dengan modal serta tenaga kerja
yang terbatas membuat usaha kecil sering mendapat hambatan dalam pengembangan
usahanya, namun hal itu dapat ditepis saat krisis tahun 1997 disaat
perusahaan-perusahaan tumbang bahkan gulung tikar tetapi usaha kecil tetap bisa
mempertahankan eksistensinya bahkan
memainkan fungsi penyelamatan dibeberapa sub-sektor kegiatan. Fungsi
penyelamatan ini segera terlihat pada sektor-sektor penyediaan kebutuhan pokok
rakyat melalui produksi dan normalisasi distribusi. Bukti tersebut paling tidak
telah menumbuhkan optimisme baru bagi sebagian besar orang yang menguasai
sebagian kecil sumber daya akan kemampuannya untuk menjadi motor pertumbuhan
bagi pemulihan ekonomi.
Perjalanan
ekonomi Indonesia selama 4 tahun dilanda krisis 1997-2001 memberikan
perkembangan yang menarik mengenai posisi usaha kecil yang secara relatif
menjadi semakin besar sumbangannya terhadap pembentukan PDB. Hal ini
seolah-olah mengesankan bahwa kedudukan usaha kecil di Indonesia semakin kokoh.
Kesimpulan ini barangkali perlu dikaji lebih mendalam agar tidak menyesatkan
kita dalam merumuskan strategi pengembangan. Kompleksitas ini akan semakin
terlihat lagi bila dikaitkan dengan konteks dukungan yang semakin kuat terhadap
perlunya mempertahankan UKM (Usaha Kecil dan Usaha Menengah).
Dan
di zaman era globalisasi ini seperti yang kalian ketahui taraf hidup semakin
meningkat, kebutuhan semakin banyak dan seiring berjalannya perubahan zaman
membuat orang bersikap lebih konsumtif. Hal ini menjadi kesempatan dan peluang
bagi pengusaha kecil untuk bisa meningkatkan penjualan produknya. Terbukti pada
zaman sekarang ini banyak bermunculan usaha-usaha kecil pada berbagai sektor
baik dari pertanian, peternakan, perdagangan, jasa, dan perindustrian.
Akan
tetapi masih banyak juga faktor yang menjadi hambatan usaha kecil dalam
pengembangannya. Untuk dapat mencerna secara tepat faktor-faktor yang menjadi
kendala bagi usaha kecil harus
mengetahui terlebih dahulu hasil
pengolahan data tahun 1993 dari sektor usaha kecil sekitar 97% terdiri dari
usaha kecil-kecil (mikro) dengan omset dibawah Rp. 50 juta, Masalah mendasar
yang membatasi ekspansi usaha kecil adalah realitas bahwa produktivitasnya
rendah sebagaimana diperlihatkan oleh nilai tambah/tenaga kerja. Secara
keseluruhan perbandingan nilai tambah/tenaga kerja untuk usaha kecil hanya
sekitar seper duaratus (1/200) kali nilai tambah/tenaga kerja untuk usaha
besar. Jika dilihat periode sebelum krisis dan keadaan pada saat ini ketika
mulai ada upaya ke arah pemulihan ekonomi. Pada tahun 2001, mengecil menjadi
0,55. Hal ini menunjukkan bahwa potensi produktivitas usaha kecil lebih sedikit
dibandingkan usaha besar.
Sudah menjadi pengertian umum bahwa
produktivitas sektor industri, terutama industri pengolahan seharusnya
mempunyai nilai tambah yang lebih besar. Sebenarnya sektor pertanian memiliki
produktivitas terendah dalam pembentukan nilai tambah terutama di kelompok
usaha kecil yang hanya merupakan sekitar tiga perempat produktivitas usaha
kecil secara keseluruhan yang didominasi oleh usaha pertanian. Namun pengalaman
Indonesia dimasa krisis menunjukan, bahwa yang terjadi sebaliknya dengan
demikian dalam suasana krisis masih sangat sulit mengharapkan sektor industri
kecil kita untuk diharapkan menjadi motor pertumbuhan untuk pemulihan ekonomi.
industri pengolahan semasa krisis
tidak memberikan kontribusi nyata dalam perbaikan produktivitas dibanding usaha
kecil di sektor pertanian. Alasan lain yang dapat menjelaskan fenomena tersebut
adalah kenyataan bahwa di sektor industri selama krisis sebagian besar berproduksi
dibawah kapasitas penuh atau bahkan menganggur sehingga nilai tambah tenaga
kerja tidak memunjukkan peningkatan yang berarti. Hambatan lain dalam
meningkatkan produktivitas usaha kecil yaitu kurangnya kemampuan memanfaatkan
teknologi termasuk untuk alih usaha, alih kegiatan, alih komoditas. Apabila
keadaan ini tidak dapat didobrak maka yang terjadi adalah apapun program yang
dicurahkan bagi pengembangan usaha kecil tidak akan mampu meningkatkan nilai
tambah tenaga kerja serta produksi yang dihasilkan.
Meskipun banyak faktor yang menjadi
kendala bagi usaha kecil, banyak cara untuk memajukan usaha kecil yaitu dengan
campur tangan pemerintah khususnya dalam pengadaan modal, perbaikan sumber daya
manusia dengan mengadakan latihan-latihan khusus untuk calon tenaga kerja
supaya tercipta sumber daya manusia yang berkualitas, memanfaatkan sumber daya
alam semaksimal mungkin dalam arti kita harus tetap menjaga kelangsungan sumber
daya alam yang ada, memanfaatkan tekonologi sebagai pengembangan produksi serta
produk yang dihasilkan lebih bermutu, serta dengan diberlakukannya
undang-undang tentang penggunaan produk dalam negeri supaya masyarakat bisa
lebih menghargai produk dalam negeri daripada luar negeri, dengan produktivitas
yang berkualitas bukan tidak mungkin barang hasil produksi usaha kecil bisa
dipasarkan di luar negeri.
KESIMPULAN
Menurut saya usaha kecil sudah dapat
dikatakan menjadi motor pertumbuhan ekonomi di Indonesia, selain dengan
pengalamannya yang bertahan pada masa krisis usaha kecil juga dapat
menghasilkan produk-produk yang berkualitas serta menyerap tenaga kerja
meskipun tidak sebanyak usaha besar, akan tetapi dapat bersaing dengan usaha
besar. selain itu usaha kecil saat ini sudah banyak bermunculan, ini adalah
dampak dari era globalisasi yang menuntut orang untuk hidup konsumtif. Dengan
adanya usaha-usaha kecil dapat memperbaiki perekonomian sedikit demi sedikit di
Indonesia namun belum sepenuhnya memajukan perekonomian Indonesia mengingat
populasi penduduk di Indonesia yang sangat banyak. Untuk itu harus ada campur
tangan pemerintah agar usaha kecil tetap bisa mempertahankan eksistensinya
serta ikut membangun perekonomian Indonesia.
SUMBER
- Badan
Pusat Statistik (BPS) ; Pengukuran dan Analisis Ekonomi Kinerja
Penyerapan Tenaga Kerja, Nilai Tambah dan Ekspor Usaha Kecil dan Menengah,
BPS, Jakarta, September 2001