Pemakaian Metode Ilmiah untuk Menjawab Pertanyaan-pertanyaan
Ilmiah
Dalam sebuah
penulisan ilmiah terdapat rumusan masalah yang berbentuk pertanyaan-pertanyan
ilmiah, dan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ilmiah tersebut dibutuhkan
metode ilmiah. Dan untuk mengetahui metode ilmiah apakah yang tepat untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan ilmiah tersebut kita harus memahami terlebih
dahulu tentang metode ilmiah dan bagaimanakah bentuk pertanyaan ilmiah
tersebut.
Pengertian Metode Ilmiah
Metode ilmiah atau proses
ilmiah (bahasa Inggris: scientific method) merupakan proses keilmuan untuk
memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan
melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan
fenomena alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan
melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis
tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.
Langkah-langkah Metode Ilmiah
Merumuskan Masalah
Berpikir ilmiah melalui metode
ilmiah didahului dengan kesadaran akan adanya masalah. Permasalahan ini
kemudian harus dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. Dengan penggunaan kalimat
tanya diharapkan akan memudahkan orang yang melakukan metode ilmiah untuk
mengumpulkan data yang dibutuhkannya, menganalisis data tersebut, kemudian
menyimpulkannya.Permusan masalah adalah sebuah keharusan. Bagaimana mungkin
memecahkan sebuah permasalahan dengan mencari jawabannya bila masalahnya
sendiri belum dirumuskan?
Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban
sementara dari rumusan masalah yang masih memerlukan pembuktian berdasarkan
data yang telah dianalisis. Dalam metode ilmiah dan proses berpikir ilmiah,
perumusan hipotesis sangat penting. Rumusan hipotesis yang jelas dapat membantu
mengarahkan pada proses selanjutnya dalam metode ilmiah. Seringkali pada saat
melakukan penelitian, seorang peneliti merasa semua data sangat penting. Oleh
karena itu melalui rumusan hipotesis yang baik akan memudahkan peneliti untuk
mengumpulkan data yang benar-benar dibutuhkannya. Hal ini dikarenakan berpikir
ilmiah dilakukan hanya untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
Mengumpulkan Data
Pengumpulan data
merupakan tahapan yang agak berbeda dari tahapan-tahapan sebelumnya dalam
metode ilmiah. Pengumpulan data dilakukan di lapangan. Seorang peneliti yang
sedang menerapkan metode ilmiah perlu mengumpulkan data berdasarkan hipotesis
yang telah dirumuskannya. Pengumpulan data memiliki peran penting dalam metode
ilmiah, sebab berkaitan dengan pengujian hipotesis. Diterima atau ditolaknya
sebuah hipotesis akan bergantung pada data yang dikumpulkan.
Menguji Hipotesis
Sudah disebutkan
sebelumnya bahwa hipotesis adalah jawaban sementaradari suatu permasalahan yang
telah diajukan. Berpikir ilmiah pada hakekatnya merupakan sebuah proses
pengujian hipotesis. Dalam kegiatan atau langkah menguji hipotesis, peneliti
tidak membenarkan atau menyalahkan hipotesis, namun menerima atau menolak
hipotesis tersebut. Karena itu, sebelum pengujian hipotesis dilakukan, peneliti
harus terlebih dahulu menetapkan taraf signifikansinya. Semakin tinggi taraf
signifikansi yang tetapkan maka akan semakin tinggi pula derjat kepercayaan
terhadap hasil suatu penelitian.Hal ini dimaklumi karena taraf signifikansi
berhubungan dengan ambang batas kesalahan suatu pengujian hipotesis itu
sendiri.
Merumuskan Kesimpulan
Langkah paling akhir
dalam berpikir ilmiah pada sebuah metode ilmiah adalah kegiatan perumusan
kesimpulan. Rumusan simpulan harus bersesuaian dengan masalah yang telah
diajukan sebelumnya. Kesimpulan atau simpulan ditulis dalam bentuk kalimat
deklaratif secara singkat tetapi jelas. Harus dihindarkan untuk menulis
data-data yang tidak relevan dengan masalah yang diajukan, walaupun dianggap
cukup penting. Ini perlu ditekankan karena banyak peneliti terkecoh dengan
temuan yang dianggapnya penting, walaupun pada hakikatnya tidak relevan dengan
rumusan masalah yang diajukannya.
Pertanyaan Ilmiah
Pertanyaan ilmiah adalah rasa ingin tahu seseorang akan sebuah
informasi yang berdasarkan atau dilandasi oleh ilmu pengetahuan yang sudah ada.
Jadi pertanyaan ilmiah haruslah berdasarkan pengetahuan yang ada, bukan
sembarang pertanyaan tanpa landasan fakta atau ilmu.
Syarat Pertanyaan Penelitian
Pada hakikatnya
pertanyaan penelitian dirumuskan dengan melihat kesenjangan yang terjadi
antara:
1. Apa yang seharusnya terjadi (prescriptive) dan yang sebenarnya
terjadi (descriptive)
2. Apa yang diperlukan (what is needed) dan apa yang tersedia (what
is available)
3. Apa yang diharapkan (what is expected) dan apa yang dicapai
(what is achieved)
Pertanyaan penelitian
selalu diawali dengan munculnya masalah yang sering disebut sebagai fenomena
atau gejala tertentu. Tetapi tidak semua masalah bisa diajukan sebagai masalah
penelitian. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi agar bisa diangkat
sebagai masalah penelitian.
Berdasarkan kajian
referensi buku-buku metodologi peneltian, setidaknya terdapat tujuh syarat yang
harus dipenuhi, yaitu:
1) Tersedia data atau informasi untuk menjawabnya,
2) Data atau informasi tersebut diperoleh melalui metode ilmiah,
seperti wawancara, observasi, kuesioner, dokumentasi, partisipasi, dan
evaluasi/tes,
3) Memenuhi persyaratan orisinalitas, diketahui melalui pemetaan
penelitian terdahulu (state of the arts).
4) Memberikan sumbangan
teoretik yang berarti bagi pengembangan ilmu pengetahuan,
5) Menyangkut isu kontroversial dan unik yang sedang hangat
terjadi,
6) Masalah tersebut memerlukan jawaban serta pemecahan segera,
tetapi jawabannya belum diketahui masyarakat luas, dan
7) Masalah itu diajukan dalam batas minat (bidang
studi) dan kemampuan peneliti.
Dilihat dari jenis
pertanyaannya, para ahli metodologi penelitian seperti Marshall & Rossman
(2006), dan Creswell (2007: 107) setidaknya membaginya menjadi tiga macam
pertanyaan, yaitu:
1) Deskriptif (yakni mendeskripsikan fenomena atau gejala yang
diteliti apa adanya), dengan menggunakan kata tanya ‘apa’. Lazimnya diajukan
untuk pertanyaan penelitian kualitatif.
2) Eksploratoris (yakni untuk memahami gejala atau fenomena secara
mendalam), dengan menggunakan kata tanya “bagaimana”. Lazimnya diajukan untuk
pertanyaan penelitian kualitatif.
3) Eksplanatoris (yakni untuk menjelaskan pola-pola yang
terjadi terkait dengan fenomena yang dikaji, dengan mengajukan pertanyaan ‘apa
ada hubungan atau korelasi, pengaruh antara faktor X dan Y). Lazimnya untuk
pertanyaan penelitian kuantitatif.
Contoh untuk
masing-masing pertanyaan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pertanyaan deskriptif: Apa aja strategi yang dipakai Kepala
Sekolah dalam memajukan sekolah yang dipimpinnya?
2) Pertanyaan eksploratif : Bagaimana model kepemimpinan Kepala
Sekolah tersebut dalam upaya memajukan sekolah?
3) Pertanyaan eksplanatif: Bagaimana pengaruh model kepemimpinan
otoriter terhadap kepatuhan staf?
Pemakaian Metode Ilmiah untuk Menjawab Pertanyaan-pertanyaan
Ilmiah
Seperti yang sudah
dijelaskan diatas, pertanyaan-pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang didasari
oleh ilmu pengetahuan, maka dari itu untuk menjawab pertanyaan tersebut kita
juga membutuhkan jawaban yang ilmiah, untuk itu metode ilmiah diperlukan.
Misal materinya tentang
pertumbuhan tanaman cabai.
Ada 2 tanaman cabai berumur sama, yang satu di beri pupuk kandang
dan yang satunya di beri pupuk anorganik.
Contoh pertanyaan ilmiah
: Adakah pengaruh perbedaan pemberian jenis pupuk terhadap pertumbuhan tanaman
cabai ?
Jika muncul pertanyaan
seperti diatas, maka kita butuh metode ilmiah untuk menjawabnya. Kita tidak
bisa asal menjawab “Ada Perbedaan” atau “Tidak ada perbedaan” tanpa melakukan
pengamatan terlebih dahulu. Inilah fungsi metode ilmiah, agar jawaban yang
muncul untuk pertanyaan ilmiah dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya serta
dapat dijadikan ilmu pengetahuan yang baru.
Daftar Pustaka :
*sumber diakses pada tanggal 19/3/2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar